Selly Noverina
Usaplah peluhmu
Kemarilah, kamarilah..
Aku akan mengusap bulir bening itu.

Langkahmu yang kian merapu akan terusku papah
Berkata dan berbisik untuk relung jiwa
"Engkau kuat."
Yah, tak usah meragu dalam nepaki titah tertatih

Keluh
Gaduh
Gemuruh
Luruh

Kerling matamu berbinar
Memancarkan luka yang tak juga tertutup
Memutar fragmen yang terus hadir
Selaksa menari dalam ingatan

Dan akhirnya
Benteng pertahananmu kembali hancur
Memporakporandakan langkah kaki
Aku, aku hanya mampu memapahmu

Memintal doa agar semua indah pada waktunya
Saat ini engkau harus mengawang tinggi
Bersama hembusan sang bayu


Selly Noverina
     Tanggal April 2012, kembali lagi aku ketempat ini. Pengobatan alternatif kaki. Rasa enggan kembali menyergap tubuhku, entah mengapa.  Pukul 09.00 WIB aku baru keluar rumah menuju tempat pengobatan itu. Pasien yang datang pada hari ini lumayan ramai. Kali ini aku mendapatkan nomor urut antrian 46.
     Hari ini aku pergi bersama adek kecilku Pandu Nariyah, karena lagi libur sekolah ia juga ingin ikut kesana. Hem, dengan terpaksa aku mengajaknya pergi bersamaku. Untuk hari ini, ruangan ini dipenuhi oleh orang-orang yang sudah dewasa dan lanjut usia. Ada juga anak kecil namun hanya satu. Anak kecil ini tidak bisa berjalan, Dia anak laki-laki, tidak bisa tenang namun ketika ada alunan musik yang di letakkan di telinggannya ketenangan bisa ia rasakan.
     Menunggu itu memang membosankan, terlebih aku yang harus bisa bersabar ketika berada di kumpulan orang-orang lanjut usia. Membosankan sungguh membosankan. Aku hanya bisa memandangi orang-orang disini.
     Cerita hari ini banyak di warna oleh lansia yang terkena stroke, banyak dari mereka yang tidak bisa berjalan. Memapah langkah dengan bantuan tongkat dan mereka membutuhkan bantuan topangan yang kuat dari seorang anak atau istri mereka. Yah,karena hari ini pasien stroke semuanya laki-laki.
       Ada kejadian yang cukup menyita perhatian kami semua yang berada di dalam maupun luar ruangan. Seorang pasien laki-laki dengan kondisi stroke dan telapak kakinnya membengkak. Dengan sabar sang istri memapah langkahnya dan mengajaknya masuuk kedalam ruangan. 
       " Sudah lama suami saya sakit, bahkan saya sudah pernah mengajaknya untuk berobat ke Singapore".
      Semua orang pasti ingin sembuh, namun semuanya harus sabar dan penuh harap kepadaNya, karena semuanya bersumber dan akan kembali kepadaNya.
      " Tungu sebantar ya Pak!" Pinta Pak De kapada Pasien itu.
       Lima menit kemudian Pak De keluar ruangan dan membawa pukul besi. Taukah kalian apa yang hendak dilakukan oleh Pak De?. Pak De menggunakan pukul besi itu untuk memukul mukul kaki pasien ini yang membengkak.
       Teriakkan demi teriakkan kembali menghiasi ruangan ini, bahkan pasien ini tidak kuasa menahan air mata saat pukulan demi pukulan mendarat di telapak kakinya. Sang istri hanya bisa menahan tangan suami dan berkata jangan lupa berdoa jangan hanya bisa berteriak-teriak. 
      Hem, cukup menegangkan. Namun, suasana menegangkan itu tidak berlangsung lama. Kembali ruangan hening dan berali kepadapasien berikutnya.
      Tidak ada hal yang menarik perhatianku untuk hari ini, karena aku sudah terlalu bosan menunggu dari jam 9 dan akhirnya aku di panggil tepat pukul 11. 25. Masih dengan rasa sakit yang sama tentunya. Entahlah, rasannya aku mulai menyerah saja.

Selly Noverina

          Ada sisi yang berbeda. Kembali lagi di tempat ini, pengobatan alternatif saraf kaki. Pukul 06.40 WIB sudah keluar rumah. Tepat pukul 07.30 WIB sampai di sini. Aku sakit apa ya ? Gak tau juga sakit apa.
         Tempat ini memiliki sudut yang jauh bernilai, menurut pandanganku. Mungkin banyak pasien yang tahu tapi tidak memiliki kepekaan jiwa. Tempat ini sama seperti rumah sakit. Hanya saja di sini tidak ada bau khas obat-obatan. Jelas saja tidak ada, karena tempat ini kan merupakan pengobatan alternatif yang menggunakan batu ke titik pusat sarf kaki.
           Hari ini merupakan hari ke dua aku berada tempat ini. Mau tau bagaimana rasanya?. Sakit, sakit, sakit, sakit sekali karena saraf kaki kita di pijat dengan batu dan tangan. Hari pertama di pijat dengan batu, rasannya mau nangis saja. Namun, malu akh sudah besar masih nangis. 
        Ruang tempat pengobatan ini sama seperti ruang tamu, pasien yang datang mengambil nomor antrian lalu duduk menunggu nomor antrian, sama sih dengan sistem rumah sakit. Bayangkan saja pada hari pertama aku berobat ke sini, sudah keluar rumah dari pagi sekali masih juga dapat nomor urut 44.  Banyak sekali orang yang berobat ke sini. 
         Hari ini, minggu 8 April 2012 aku kembali menginjakkan kaki ke tempat pengobatan alternatif. Terlalu banyak kisah yang ingin aku ceritakan ketika berada di sini. Sedih sekali rasannya, hari pertama berobat ke sini saya banyak mendapatkan pelajaran kehidupan yang berharga.
        Sekedar berbagi kisah untuk kalian. Aku melihat sisi berbeda dari kuasa Allah SWT. Kalian tau sisi apakah itu ?. Dari anak kecil sampai orang tua ada di sini dengan jenis sakit yang berbeda tentunnya.
    “ Ayuk, payo belek be. Aku dak galak berobat kesini, payo balek Yuk, balek “.  Renggekku kepada Ayuk Fini yang telah berhasil membawaku untuk pergi berobat. Jujur saja aku paling malas untuk pergi ke dokter apa lagi ke pengobatan alternatif. Rasannya aku tidak pernah sakit, namun aku tak pernah tahu apa yang terjadi pada sistem tubuhku ini.
       Mungkin, di dalam tubuh ini memang ada sebuah penyakit. Aku capek untuk mengkonsumsi obat-obatan dari dokter. Di kamarku saja masih banyak stok obat-obatan dari dokter waktu aku koloid. 

    “ Jleb, rasannya jantungku berhenti berdetak sebentar, lihat anak kecil itu, anak kecil yang tidak berdosa dan lugu itu kesulitan menarik nafasnya. Astagfirullah, kakinya lihat kakinnya. Kakinya kecil sekali. Ya Allah, berikanlah kesembuhan untuk bayi kecil ini, berikanlah kekuatan untuk kedua orang tuannya. Ayah anak kecil ini tak henti-hentinya mengecup kening anak laki-laki mungil ini serta mendekap dengan erat saat nafasnya kembali tersengal. Tau kah kalian anak laki-laki tak berdosa ini lumpuh layu. Jangan tanyakan kemana Ibunya, karena Ibunnya telah keluar dari rungan ini. Sang Ibu tak kuasa menahan air mata. Coba kalian tatap mata bening sang Ibu, mata yang penuh doa untuk sang putra pertama tersayang. Sebelum keluar rungan Ibu mengecup kening bayi laki-laki ini lalu menunggu di luar rungan.”
    Kembali aku ke dalam dimensi yang tidak pernah aku mengerti. Teriakkan demi teriakkan terus saja menghiasi gendang telingaku. Astagfirullah, rasannya aku ingin berlari-berlari sekuat mungkin dan meninggalkan tempat ini.
    Hei, ada anak perempuan kecil masuk keruangan ini. Cantik sekali, wajahnya lucu dengan potongan rambut berponi dan pendek sebahu. Anak kecil ini bisa mengalihkan rasa ingin pulangku sementara waktu. Tapi, ada yang aneh dengan anak kecil ini. Aku melihat ada celemek  yang tergantung di leher anak perempuan ini.
    “ Mengapa anak ini menggunakan celemek ya ? “ Pikirku sejenak.
    Lihat, anak perempuan ini mencoba menghampiku. Kembali aku tercenggang dan kaget. Kalian tahu mengapa ?. Anak perempuan ini tidak memiliki sistem kesimbangan di dalam tubuhnya. Meski ia sudah cukup umur ia tidak bisa berdiri, sekuat apapun ia berusaha untuk berdiri ia akan terus terjatuh. Celemek yang di pasang di lehernya itu ternyata alas bajunnya agar tidak basah oleh air liur yang terus berjatuhan.
    “ Ayuk, adek mau salim”. Anak kecil ini menghampiriku dan memberikan tangan kananya lalu menyalimi tanganku, namun bukan salim tangan pada umumnya karena jari tangannya tidak rapat dan ia salim tangan dengan cara mengigit tanganku.
    Kembali nuraniku terusik, aku mengelus kepala anak perempuan ini. Anak yang manis dan sopan. Meski ia memiliki sisi yang berbeda dengan anak perempuan yang lainnya. Mungkin karena aku menyukai anak kecil, aku merasa terusik dengan kondisi anak kecil yang berada di dekatku hari ini. Anak sekecil ini sudah harus berjuang untuk melawan penyakit. Hanya mampu berdoa semoga mereka lekas sembuh. 
   
                                               ♥♥♥
    Hari ini, minggu 8 April 2012 kembali aku akan membawa sejuta renungan untuk kalian yang membaca goresan pena ini. Agar kita tidak pernah lupa bersyukur atas setiap nikmat kesehatan yang di berikan Allah kepada kita. Banyak nikmat Allah yang seharusnya kita syukuri, banyak sekali.
    Titahku tertatih pada sudut etalase kebisuan, aku Selly Noverina yang hanya bisa menggoreskan sebuah tinta emas dalam perjalanan pada sudut yang terkadang terlupakan. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk menjangkau kalian yang ku rindu dalam derap langkahku saat ini.
    Rasa enggan untuk berobat itu kembali muncul, namun aku tak tega melihat Mama yang terus mendesak agar aku mau berobat. Mungkin, pengobatan ini akan berjalan cukup lama. Kalau masih juga sakit, jalan terakhir aku harus rela di bawa ke rumah sakit.
    Masih di dalam sudut ruang yang sama dalam waktu yang berbeda dan nomor urut yang berbeda. Untuk hari ke dua ini aku mendapatkan nomor urut 22. Lumayan kecil untuk menunggu panggilan antrian.
    Kali ini aku telah mempersiapkan headset  dan batre hendphone dengan penuh untuk menemaniku menunggu nomor antrian yang menjenuhkan. Di temani dengan beberapa aliran music rasannya lebih nyaman.
    Pagi ini , orang datang masih sedikit. Ada sepesang suami istri, seorang Ibu dan anak perempuan yang kira-kira umurnya sama denganku. Kali ini aku datang lebih awal dan berharap bias cepat pulang.
    Kalian tahu tidak, hari ini aku kembali mendapatkan kejutan dari Allah. Aku bertemu dengan anak autis. Kebiasannya sama seperti aku, menyendiri dalam duniannya sendiri. Panggil saja ia dengan Elang, ia berumur enam tahun. Kelainan yang ada pada dirinnya terjadi semenjak ia kecil. Umur tiga tahun ia baru bisa menyebut kata Mama.
    Sungguh, betapa berartinnya sebuah panggilan Mama untuk orang tua yang telah melahirkan kita. Setiap orang tua kita pasti mempunyai sisi yang tak pernah bisa kita tembus sebulum kita menjadi orang tua juga. Hanya saja, kita seakan lupa bahkan pura-pura melupakan setiap peluh orang tua kita ketika kita melangkah menjadi seorang anak yang tumbuh dewasa.
    Mungkin tidak terhitung betapa banyak goresan yang kita buat untuk kedua orang tua kita. Goresan luka, ya goresan luka yang membuat mereka menitihkan air mata tanpa pernah kita tahu dan merenggkuhnya.
    Kembali pada cerita Elang. Seorang Ibu selalu mencurahkan kasih sayangnya untuk anak yang ia cintai. Bagaimana pun keadaan kita. Mama Elang sangat menyayangi anaknya, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ia punya.
    Elang merupakan anak autis cerdas. Ia bisa bercerita dengan dua sisi. Daya tanggkap dan imajenasinnya jauh melesat dari anak semurnya. Ia berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Palembang.
    “ Anak saya ini Autis, namun ia selalu membuat saya tegar dan kuat dalam menerima ketentuan Allah. Elang memang sedikit berbeda dengan adiknya. Adiknya hiper aktif dan lebih condong menggunakan bahasa Inggris, meski umurnya baru tiga tahun..” Sambil mengelus kedua kepala anak laki-lakinnya.
    Subhanallah, hampir luruh air mata orang tuannya bercerita dengan orang-orang di ruangan ini. Elang dan Fajar mempunyai sisi yang berbeda. Allah itu memang Maha Adil, Allah selalu memberikan sebuah kelebihan dan kekurang pada setiap hambannya.
    Elang dan Fajar saling melengkapi dalam kehidupan kedua orang tuannya. Begitu pun kita, dalam keluarga kita pasti saling melengkapi. Perbedaan yang ada dalam diri kitalah yang membuat kita menyatu dalam lingkup kelurga.
    Nama Elang menempati posisi yang berbeda dalam lingkup filosofiku. Elang memiliki makna tersendiri di pelataran hatiku, karena Elang selalu saja mengajarkanku banyak makna kehidupan. Termasuk anak kecil ini, cuek dan penuh teka-teki yang tak bisa aku tembus. Elang itu mampu berdiri di atas kakinya sendiri meski ia berada dalam kegetiran untuk bertahan hidup. Terbang, terbang, terbang tinggi menembus gumpalan awan. 


                                                ♥♥♥

    Kembali pada pasien yang membuatku sedikit mengecilkan volume nada pada headphone pinjaman. Sudah lama aku tidak memiliki hendphone, karena kamarku di bobol maling jadi sampai sekarang aku memakai hendphone pinjaman.
    Entahlah, aku memiliki sudut pandang yang berbeda pada perempuan ini, seorang perempuan usianya jauh lebih tua dariku. Menggunakan busana muslimah, wajahnya pucat pasi. Hati kecilku berkata bahwa permpuan ini mempunayi sakit kanker. Aku tidak pernah tahu dari mana hati ini bisa berkata bahwa ada kanker yang bertengger pada tubuh Ibu ini.
    “ Ibu sakit apa ? “ Tanya Ayuk Fini, karena mereka duduk bersebelahan.
    “ Sakit Kanker dan migrant.”
    Benarkan, apa kataku. Ternyata Ibu ini memiliki sakit sakit kanker. Tahukah kalian, aku terlalu takut dengan namannya sakit kanker. Kanker itu telah berhasil menduduki kesehatan beberapa orang yang kukenal. Orang yang terkena kanker itu memiliki rasa sensitif yang jauh dari orang normal.
    “ Heemm, sabar ya Bu.” Hanya bisa menghela nafas panjang, dalam repal doa.
    SEGALA SESUATU MELALUI DOA. Tulisan ini terpajang di dinding ruangan ini. Pak De yang membantu orang sakit di sini hanyalah pelantara yang menyembuhkan hanyalah Allah.  Itulah makna yang dapat aku jabarkan di sini, ketika tulisan itu terpasang di dinding.
    Puncak kesehatan kita hanya Allah yang bisa menyembuhkan, bukankah benar begitu ?.
Kita berusaha dan di iringi dengan doa kepada-Nya.
"Wahai orang-orang yang beriman. Jadikanlah sabar dan sholat sebagai menolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah : 153).
    Melangkah teruslah melangkah, jangan pernah ragu menggapai asa meski engkau memiliki sisi yang berbeda dari orang lain. Kita punya hari esok yang cerah, secerah semburat senyum pada pengharapan kepada-Nya.
                                               ♥♥♥
   
    “ Nomor 22”. Panggil Pak De.
    Akhirnya datang juga giliranku, masih dengan rasa sakit yang sama saat sarafku di tekan dengan batu. Namun, aku hening tak bergeming pada teriakkan seperti pasien yang lainnya. Aku lebih memilih menutup rapat mulutku dan membiarkan teriakkan itu bergeming pada jiwaku saja.
    Jiwa yang mulai pongah dalam ketiadaan arti. Jiwa yang terkungku dalam bait yang tak di mengerti…………

Palembang, 8 April 2012