Selly Noverina
     Tanggal April 2012, kembali lagi aku ketempat ini. Pengobatan alternatif kaki. Rasa enggan kembali menyergap tubuhku, entah mengapa.  Pukul 09.00 WIB aku baru keluar rumah menuju tempat pengobatan itu. Pasien yang datang pada hari ini lumayan ramai. Kali ini aku mendapatkan nomor urut antrian 46.
     Hari ini aku pergi bersama adek kecilku Pandu Nariyah, karena lagi libur sekolah ia juga ingin ikut kesana. Hem, dengan terpaksa aku mengajaknya pergi bersamaku. Untuk hari ini, ruangan ini dipenuhi oleh orang-orang yang sudah dewasa dan lanjut usia. Ada juga anak kecil namun hanya satu. Anak kecil ini tidak bisa berjalan, Dia anak laki-laki, tidak bisa tenang namun ketika ada alunan musik yang di letakkan di telinggannya ketenangan bisa ia rasakan.
     Menunggu itu memang membosankan, terlebih aku yang harus bisa bersabar ketika berada di kumpulan orang-orang lanjut usia. Membosankan sungguh membosankan. Aku hanya bisa memandangi orang-orang disini.
     Cerita hari ini banyak di warna oleh lansia yang terkena stroke, banyak dari mereka yang tidak bisa berjalan. Memapah langkah dengan bantuan tongkat dan mereka membutuhkan bantuan topangan yang kuat dari seorang anak atau istri mereka. Yah,karena hari ini pasien stroke semuanya laki-laki.
       Ada kejadian yang cukup menyita perhatian kami semua yang berada di dalam maupun luar ruangan. Seorang pasien laki-laki dengan kondisi stroke dan telapak kakinnya membengkak. Dengan sabar sang istri memapah langkahnya dan mengajaknya masuuk kedalam ruangan. 
       " Sudah lama suami saya sakit, bahkan saya sudah pernah mengajaknya untuk berobat ke Singapore".
      Semua orang pasti ingin sembuh, namun semuanya harus sabar dan penuh harap kepadaNya, karena semuanya bersumber dan akan kembali kepadaNya.
      " Tungu sebantar ya Pak!" Pinta Pak De kapada Pasien itu.
       Lima menit kemudian Pak De keluar ruangan dan membawa pukul besi. Taukah kalian apa yang hendak dilakukan oleh Pak De?. Pak De menggunakan pukul besi itu untuk memukul mukul kaki pasien ini yang membengkak.
       Teriakkan demi teriakkan kembali menghiasi ruangan ini, bahkan pasien ini tidak kuasa menahan air mata saat pukulan demi pukulan mendarat di telapak kakinya. Sang istri hanya bisa menahan tangan suami dan berkata jangan lupa berdoa jangan hanya bisa berteriak-teriak. 
      Hem, cukup menegangkan. Namun, suasana menegangkan itu tidak berlangsung lama. Kembali ruangan hening dan berali kepadapasien berikutnya.
      Tidak ada hal yang menarik perhatianku untuk hari ini, karena aku sudah terlalu bosan menunggu dari jam 9 dan akhirnya aku di panggil tepat pukul 11. 25. Masih dengan rasa sakit yang sama tentunya. Entahlah, rasannya aku mulai menyerah saja.

0 Responses

Posting Komentar